Senin, 27 April 2015 - , , , 0 komentar

Birokrat, Tokoh Adat dan Pemuda Bicara dan Menilai Moment 1 Mei

Benhur Tommy Mano dan Herman Yoku

Moment 1 Mei 2015 kembali mengingatkan tanah ini soal bergabungnya Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Meski masih ada yang beda paham, namun beberapa tokoh memberikan pencerahan sesuai keadaan yang dirasa.
SEPANJANG ruas jalan protokol dari batas kota Waena hingga Kota Jayapura tak sedikit dipajang bendera merah putih yang terlihat mengkilap. Di beberapa titik daerah ketinggian seperti bukit ataupun gunung juga terlihat satu atau dua bendera yang dipasang sebagai bentuk bahwa kedaulatan negara nyata di atas tanah ini. Empat tokoh mulai dari Wali Kota layapura, Dr Drs Benhur Tommy Mano, MM, Herman A.T Yoku, Ketua Presiden Mahasiswa Uncen Yohan Wanbitman dan putra Alm. Theys Eluay, Yanto Eluay akhirnya angkat bicara.

Menurut Benhur Tommy Mano moment 1 Mei merupakan waktu kembalinya Papua ke NKRI setelah menjalani masa sulit dalam penjajahan Belanda. Pihaknya sendiri tengah mempersiapkan tempat untuk upacara bersama di Taman Imbi sebagai bentuk penghargaan terhadap para pahlawan. Ia pun menyampaikan bahwa 1 Mei merupakan waktunya berbicara bagaimana berkarya untuk tanah yang dijunjung.
"Kita akan mememperingati hari kembalinya Irian Barat ke pangkuan NKRI dan saya ingin sejarah ini jangan diputarbalikkan, saya ingin cerita sejarah ini disampaikan dengan benar, jangan dipelintir dan diputar-balikkan. Apa yang terjadi saat itu seperti inilah kita sekarang," kata Tommy Mano di Waena, Senin(26/4). Menurutnya cerita sejarah ini harus diketahui dan dipahami secara baik mulai dari tingkat PAUD, SD, SMP hingga SMA bahwa 1 Mei adalah waktu Papua menyatu dengan NKRI dan jangan diputarbalikkan. "Upacaranya akan dilakukan di Taman Imbi sebagai bentuk penghargaan kepada pahlawan Papua saat itu," imbuhnya.
Tommy Mano melihat bahwa setelah bergabung dengan NKRI, kondisi Papua jauh lebih baik dan dirinya ingin membawa Kota Jayapura menjadi mininya Indonesia dengan keberagaman dan bentuk saling menghargai antar umat yang sudah terbangun baik selama ini.
"Ingat siapa yang menabur kebaikan pasti mendapat balasan kebaikan, namun siapa melakukan kejahatan pasti Tuhan juga akan membalas, saya berkerja dengan tulus untuk masyarakat kota, mari bersama menjaga kota sebagai rumah bersama," himbaunya.
Tokoh Adat Masyarakat Keerom, T. A Herman Yoku menambahkan bahwa 1 Mei menjadi sangat berharga baginya. Ada makna perjuangan yang tak bisa dibeli dengan apapun, namun bisa dirasakan hingga kini. "Saya anak pejuang dan ayah saja meninggal tanpa tanda jasa negara, namun saya tak pernah menuntut. Ayah saya menaikkan bendera ketika Soekarno memerintahkan dan tertembak lalu dibuang di Boven Digoel dan sehari kemudian bertemu Soekarno di sana," kata Yoku via telepon.
la menegaskan bahwa saat ini tak ada lagi soal tahun 1960 sudah ataupun 1963, semua dikatakan sudah habis dan Papua resmi bagian dari NKRI. Dari semangat sang ayah inilah menular kepadanya dan pada tahun 2007 ia berani menolak dikibarkannya bendera bintang kejora di Koya Timur dan ia justru mempertegas bahwa 1 Mei 1963 Papua ke NKRI menjadi harga mati dan saat ini bukan waktunya bicara sejarah melainkan bagaimana memanfaatkan hasil perjuangan pendahulu.
"Seluruh pemuda Papua, akan lebih tepat jika berbicara soal pembangunan. Ingat dulu jaman Belanda anda bisa menghitung berapa orang yang diizinkan kuliah oleh Belanda, Saat itu orang pintar dibatasi tapi saat ini semua yang punya kesempatan, silahkan sekolah setinggi mungkin dan jangan katakan itu bisa terjadi tanpa pengorbanan pejuang dulu," bebernya.
Ia meminta anak Papua baik pejabat yang sedang duduk ataupun yang berstatus mahasiswa sudah tak relevan lagi mempertanyakan kejadian 1963 tetapi akan lebih tepat mendiskusikan bagaimana mengisi kemerdekaan itu. "Orang Papua banyak diberi kesempatan untuk bekerja bahkan tak sedikit yang jadi pejabat dan ingat saat missionaris masuk ke Papua mereka juga tidak bawa senjata tetapi yang dibawa adalah Alkitab dan di dalam Alkitab tak disebutkan bahwa Tuhan menjanjikan merdeka jadi mari berfikir Papua 50 tahun ke depan dan Papua 1000 tahun ke depan itu bagaimana," tandasnya.
Presiden Mahasiswa Uncen, Yohan Wanbitman menambahkan bahwa 1 Mei dalam sejarah dikatakan bentuk integrasi Papua ke dalam Indonesia.
Tetapi menurut pandangan pemuda dan orang tua sejarah yang kita belajar yang ditanamkan itu adalah aneksasi Papua kedalam NKRI sehingga dirinya melihat bahwa seringkali 1 Mei diperingati dengan hal-hal aksi demo, namun belajar dari pengalaman ternyata tidak membawa sebuah dampak besar sehingga pandangan 1 Mei harus dilihat lebih dewasa dengan kita berada dalam NKRI selama kurun waktu 52 tahun ini sebagai waktu dimana waktu untuk belajar dan mempersiapkan diri lebih baik. "Kadang aksi 1 Mei berujung konflik sehingga ini perlu dicermati lagi. Sejak saya masuk di Uncen saya coba merubah paradigma ini dan memang tidak mudah, teman teman yang datang dari setiap daerah yang rata rata pemikiran-pemikiran itu sudah tertanam pada mereka. Kami sudah coba dengan cara yang lebih bijak dan memberi ruang seluas-luasnya untuk anak Papua memimpin daerahnya sendiri," bebernya,
Namun dikatakan pihak lain dalam hal ini pemerintah dan aparat juga memiliki andil mendorong paradigma itu."Sekarang kita berpikir bagaimana memanfaatkan sisa waktu Otsus ini karena Otsus ini tidak mungkin selamanya ada. Ketika tidak ada lagi apakah kita siap atau tidak? Nah ini yang Sebenarnya teman-teman di kampus harus melihat itu" sarannya.
Sementara Yanto Eluay menambahkan bahwa ada kecenderungan 1 Mei pemuda kerap berorientasi pada peluang. Pemuda saat ini banyak bertipikal opportunity oriented dimana melihat peluang itu ada maka disana mereka ada. Tetapi pemuda juga sejatinya adalah barometer dari kemandirian.
"Saya sering katakan bahwa pemuda dinilai oleh yang lebih tua dari kedewasaan dimana kita juga sebagai panutan dari generasi yang dibawahnya. Pemuda saat ini yang menentukan generasi berikutnya, apakah akan baik atau sebaliknya," imbuh Yanto. Namun Yanto berharap pemerintah bisa memberi peluang seluas-luasnya untuk pemuda mengaplikasikan kemampuannya. namun untuk 1 Mei ia pemuda Papua yang memiliki adat dan beradab serta selalu menjaga harkat dan martabat sehingga harus benar-benar menjaga adat.
"Pemuda Papua punya tiga status, harus memposisikan diri sebagai warga adat, sebagai warga agama dan ketiga warga negara republik Indonesia. "Saya pikir kita sama-sama merindukan kenyamanan hidup dan kesejahteraan sehingga sebaiknya semua difokuskan pada ini saja" pungkasnya.

Sumber: Cenderawasih Pos 28/04 Hal. 9 dan 11

0 komentar:

Posting Komentar